NewsBalikpapan –
Dua mahasiswa Papua akan bebas setelah menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim). Masa tahanan keduanya habis sesuai vonis dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.
“Dua orang mahasiswa Papua akan bebas tanggal 2 Juli 2020 ini,” kata perwakilan tim kuasa hukum Fahtul Huda Wiyashadi, Senin (1/7/2020).
Mahasiswa Papua pertama bebas adalah Ferry Kombo dan Alexander Gobai. Keduanya tercatat aktivis BEM Universitas Cendrawasih (Uncen) dan Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ).
Fathul mengatakan, mahasiswa Papua sudah menjalani hukuman 10 bulan penjara sesuai vonis pengadilan. Vonis hukuman terdakwa dikurangi masa tahanan selama menjalani penyidikan.
“Vonis hukuman ini dikurangi masa tahanan selama menjalani penyidikan. Masa hukuman Ferry dan Alexander sudah berakhir tanggal 2 Juli,” tegasnya.
Apalagi putusan kasusnya sudah dinyatakan inkracht. Jaksa dan kuasa hukum tidak mengajukan banding atas vonis PN Balikpapan.
Padahal jaksa penuntut umum (JPU) melayangkan tuntutan hukuman 5 hingga 15 tahun penjara.
Sehubungan itu, tim kuasa hukum sedang mengurus pembebasan Ferry dan Alexander dari Rutan Balikpapan. Mereka optimis pembebasan mahasiswa terealisasi berkat arahan masing masing hakim pemutus.
“Sudah menjadi hak terdakwa setelah menjalani masa tahanan. Sekarang ini hanya proses administrasi saja diantara rutan, hakim, dan jaksa,” ujar Fathul.
Meskipun begitu, Fathul kecewa kebebasan belum bisa diperoleh dua mahasiswa lain; Irwanus Uropmabin (USTJ) dan Hengki Hilapok (Universitas Cendrawasih). Keduanya diperkirakan masih menjalani hukuman hingga pertengahan bulan Juli.
“Kami sedang mengupayakan pembebasan pada seluruh mahasiswa. Tapi sepertinya mereka harus menjalani hukuman hingga beberapa hari lagi,” paparnya.
Setelah persidangan ini, Fathul berterima kasih hakim PN Balikpapan memutuskan kasusnya secara adil. Vonis hakim jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan dilayangkan jaksa.
“Hakim cukup netral dalam memutuskan kasusnya. Kami puas karena vonisnya jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa,” tuturnya.
Disisi lain, Fahtul tetap yakin kliennya tidak bersalah atas semua tuduhan. Menurutnya, aktivis Papua semestinya berhak putusan bebas murni.
“Banyak barang bukti tidak bisa dihadirkan di persidangan, tida relevan dengan substansi kasusnya,” ungkapnya.