Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan terdapat sebanyak 21 narkoba jenis baru yang berasal dari bahan baku asli Indonesia. Jumlah ini termasuk diantara 251 narkoba jenis baru menjadi temuan dunia pada tahun 2013.
“Ada 21 narkotika jenis baru di Indonesia, salah satunya yang dipakai Raffi Ahmad,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Anang Iskandar di Balikpapan, Sabtu (24/8).
Anang mengatakan narkoba narkotika jenis baru ini masih awam peredarannya di kalangan pencandu Indonesia maupun nasional. Namun dampak negative pengaruhnya, menurutnya jauh lebih merusak kesehatan dibandingkan narkotika yang saat ini beredar di masyarakat.
Salah satu narkoba jenis baru ini, lanjut Anang ditemukan dalam kandungan tanaman perdu yang umum di Kalimantan. Bulan Juli lalu, BNN mendapati kiriman ekspor racikan serbuk tanaman ini dari Pontianak tujuan Amerika Serikat dalam kapasitas besar.
“Kiriman ke Amerika Serikat dari Kalbar ke Amerika Serikat,” ungkapnya.
Kepala Bagian Humas BNN, Sumirat Dwiyanto menambahkan tanaman jenis ini banyak didapati di seluruh wilayah Kalimantan. Kandungan racikannya menjadi bahan campuran pembuatan narkotika jenis heroin.
“Malahan ada laporan jenis tanaman ini banyak didapati di Kaltim,” imbuhnya.
Sementara ini, Sumirat mengatakan BNN belum mampu menindak racikan bahan berbahaya hasil tanaman Kalimantan. BNN menunggu landasan hukum penindakan sesuai peraturan resmi pemerintah Indonesia.
“Sementara ini belum bisa menindak, kita menunggu saja adanya landasan hukum berupa keputusan pemertah,” paparnya.
Namun demikian, Sumirat menyatakan BNN sebenarnya bisa berpatokan yudisprudensi Undang Undang Anti Narkoba dalam menjerat pelaku narkoba jenis baru. Dia mencontohkan terbongkarnya 760 liter narkoba baru jenis sikomol sebagai bahan baku ekstasi.
“Kami membongkarnya dari produksi di Madiun dan Ponorogi. Bandar di Jakarta sudah diamankan,” ungkapnya.
BNN menyebutkan bahan baku narkoba sitaan ini mampu menghasilkan sebanyak 3,1 juta butir ekstasi. Bahan baku ekstasi ini sempat di ekspor pelakunya hingga ke Australia.
“Mereka menjual seharga Rp 250 ribu dan saat menjadi ekstasi harganya jadi Rp 300 ribu per butir,” tuturnya.
BNN menyebutkan saat ini sebanyak 2,2 persen penduduk Indonesia atau 4 juta jiwa adalah pengkonsumsi aktif narkoba. Prosentase rinciannya adalah 70 persen kalangan produktif, 22 persen kaum pelajar dan sisanya lain lain.