Markus mengemukakan saat ini sedikitnya terdapat 300 izin pertambangan sudah beroperasi di Kalimantan Timur. Sisanya sebanyak 800 izin, katanya sudah dalam proses eksplorasi pertambangan batu bara.
Sebagian besar IUP Operasi Produksi tersebut berada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang mencapai 217 IUP. Sisanya, tersebar di beberapa kabupaten kota lain seperti Samarinda, Kutai Barat, Kutai Timur, Penajam Paser Utara dan Berau.
Dia mengatakan jumlah itu belum termasuk perusahaan yang bermodus sebagai pengembang kemudian menjual batu bara yang terkandung di bawah areal tanah pengembangan. Markus mengakui sulit untuk menindak pengembang tersebut karena kebanyakan dari pengusaha tersebut memiliki IUP distribusi dan penjualan untuk mengeluarkan batubara tersebut.
Markus menyatakan provinsi kesulitan dalam pengendalian jumlah perusahaan pertambangan batu bara di Kalimantan Timur. Proses pengurusan perizinan sepenuhnya jadi kewenangan pemerintah kota/kabupaten masing masing.
“Kami tidak pernah menerima laporan resmi sehubungan izin pertambangan. Sering kali kami menerima surat teguran dari pemerintah daerah bila masuk ke wilayah mereka tanpa izin,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Pertambangan Batubara Edy Prasodjo mengungkapkan banyak daerah yang belum memiliki inspektur pertambangan tetapi sudah berani mengeluarkan IUP. Selain itu, pemberian IUP juga didasarkan pada pemberian langsung oleh Pemda setempat yang turut memicu adanya praktik tidak sehat.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, Merah Johansyah menyatakan saat ini terdapat 1.271 izin pertambangan setempat seluas 3,7 hektare. Jumlah tersebut belum termasuk perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKB2B) sebanyak 33 izin sehingga luas totalnya mencapai 5,5 juta.
“Hampir luas wilayah Kaltim adalah tambang batu bara,” ungkapnya.
Merah menyatakan industry pertambangan sudah sangat menyengsarakan masyarakat di Kalimantan Timur. Dia menyebutkan ibu kota provinsi Samarinda yang seluas 70 persen wilayahnya adalah kawasan izin pertambangan batu bara.
Bencana banjir dan tanah longsor sudah acap kali mendera masyarakat setempat. Enam bulan terakhir dilaporkan 5 orang tewas akibat terjatuh dalam lubang lubang bekas galian batu bara.
Merah mengatakan industry batu bara hanya memberikan pemasukan sebesar Rp 22 miliar setiap tahunnya. Namun, Provinsi Kalimantan Timur mengalokasikan anggaran penanggulangan banjir sebesar Rp 602 miliar.
“Artinya, batu bara lebih banyak mudarotnya dari pada manfaatnya,” sesalnya.