Komando Daerah Militer VI Mulawarman ikut mewaspadai kecurangan penyelenggaraan pemilu legeslatif pada 9 April nanti. Luasnya wilayah serta tingginya peserta pemilu membuat TNI musti mewaspadai praktek penggelembungan suara pemilu di Kalimantan.
“Begitu banyak peserta pemilu dan luas wilayahnya di Kalimantan,” kata Panglima Kodam Mulawarman, Mayor Jenderal Dicky Wainal Usman, Senin (7/4).
Dicky mencontohkan eksodus 600 warga Maros Sulawesi Selatan ke Kalimantan Selatan. Mereka ini adalah para nelayan yang berlayar menuju Kota Baru di Kalsel.
Di Kabupatan Kutai Timur, Kalimantan Timur, terdaftar hingga 21.659 nama dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). Jumlah itu hampir 10 persen dari nama yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), yaitu 259.326.
Selain itu di Kabupaten Berau juga tercatat 2.638 nama dalam DPK dari total pemilih 153.360 orang. Di Kalimantan Utara, ada Kabupaten Tana Tidung yang memiliki DPK 1.103 padahal total pemilihnya hanya 17.036 orang.
“Seperti para nelayan dari Maros, bisa saja di tempat asalnya tadi, di Maros, suara mereka dimanfaatkan. Begitu pula mereka yang terdaftar dalam DPK di Kutim, padahal orangnya misalnya memberikan suara di Balikpapan atau Samarinda,” paparnya.
Kutai Timur memiliki DPK begitu besar ditengarai karena banyaknya pekerja tambang dan pekerja-pekerja lain yang berkaitan dengan pertambangan. Begitu pula dengan pekerja kebun sawit yang luasnya hingga ratusan ribu hektare di Kutai Timur.
Umumnya pekerta tambang atau pekerja kebun adalah penduduk musiman, artinya berada di Kutai Timur pada saat jam kerjanya, dan pulang kembali ke daerah asalnya saat libur. Pola kerja karyawan tambang atau kebun sawit antara lain 2 minggu di lokasi tambang atau kebunnya, dan 2 minggu libur.
Kutai Timur adalah lokasi tambang Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu tambang batubara terbesar di dunia. Hal yang sama juga terjadi di Berau yang memiliki Berau Coal dan juga ratusan ribu hektare perkebunan kelapa sawit.