NewsBalikpapan – PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama energi hijau di kawasan Asia Tenggara melalui pembangunan ASEAN Power Grid. Proyek ini menjadi langkah strategis dalam mewujudkan sistem kelistrikan terintegrasi lintas negara, memperkuat ketahanan energi, sekaligus mempercepat pencapaian target Net Zero Emissions (NZE).
Komitmen tersebut mengemuka dalam The 41st Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA) Council Meeting yang digelar di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (3/10/2025).
Executive Director ASEAN Centre for Energy (ACE), Ir. Ts. Abdul Razid Dawood, menyebut ASEAN Power Grid sebagai tonggak penting integrasi energi di Asia Tenggara.
“Proyek ini akan meningkatkan ketahanan energi di seluruh negara ASEAN. Kita juga harus memastikan energi tetap terjangkau dan berkelanjutan untuk mencapai target penurunan emisi karbon,” ujar Abdul Razid.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Wanhar, menambahkan hasil pertemuan HAPUA kali ini akan menjadi dasar penyusunan strategi baru dalam ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) Phase III 2026–2030, khususnya terkait pengembangan ASEAN Power Grid.
“Fase baru ini menekankan kerja sama lintas sektor, peningkatan ketahanan energi, serta transformasi energi yang adil dan inklusif,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pada 43rd ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM), para Menteri Energi ASEAN dijadwalkan menandatangani dan mengesahkan The Enhanced Memorandum of Understanding of ASEAN Power Grid.
Sementara itu, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan Indonesia kini tengah melakukan transformasi besar menuju kemandirian energi berkelanjutan.
“Kami ditugaskan pemerintah untuk menyediakan energi yang terjangkau dan andal, sekaligus menekan emisi gas rumah kaca. Energi terjangkau akan membuka investasi, menciptakan lapangan kerja, menghapus kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujar Darmawan.
Ia menjelaskan, hingga 2034 Indonesia menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), dengan 76 persen di antaranya berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Namun, tantangan utama masih terletak pada ketidaksesuaian antara lokasi sumber daya EBT dan pusat permintaan listrik.
Menurut Darmawan, jaringan interkoneksi listrik ASEAN bisa menjadi solusi untuk berbagi energi dan menyeimbangkan sistem kelistrikan regional. PLN, katanya, terbuka terhadap berbagai bentuk kerja sama dalam mewujudkan proyek ini.
“Kita tidak bisa melakukannya sendirian. Jalan ke depan adalah kolaborasi—baik dalam strategi, inovasi teknologi, maupun investasi di tingkat domestik, regional, dan internasional,” tegasnya.