Tawarkan Smart City, Kukar Terima Investor Hongkong
25 February 2019
Telkomsel Ajak Masyarakat Bijak Pakai Plastik
26 February 2019

Terdakwa Pencemaran Lingkungan Dituntut 10 Tahun

NewsBalikpapan –

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp 15 miliar bagi terdakwa nahkoda kapal MV Ever Judger, Zong Deyi. Warga negara Tiongkok ini disebut sengaja melego jangkar sehingga mengakibatkan pecahnya pipa minyak mentah di perairan Teluk Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim).

“Terdakwa terbukti melanggar ketentuan diatur dalam Undang Undang Lingkungan,” kata jaksa Ita dalam pembacaan tuntutannya, Senin (25/2/2019) pukul 15.00 Wita.

Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan masuk materi pembacaan dakwaan kasus pencemaran perairan teluk. Persidangan memasuki babak akhir sidang pidana lingkungan yang menarik perhatian hingga publik mancanegara.

Membaca berkas dakwaan, Ita menyebut, terdakwa mengakui seluruh kesalahannya dalam pemeriksaan penyidik. Warga asing ini memerintahkan mualim 1 melepas jangkar yang tanpa disadari tersangkut pipa minyak dasar laut.

Jangkar kapal menyeret pipa baja berdiameter lingkaran 20 inci setebal 12 milimeter sejauh 100 meter dari posisi semula.  Pipa akhirnya pecah sehingga memuntahkan 5 ribu kilo liter minyak mentah ke perairan laut.

“Tumpahan minyak mentah mencemari perairan seluas 86 hektare di Teluk Balikpapan,” paparnya.

Ita melanjutkan, keterangan sembilan saksi ahli menyimpulkan adanya indikasi kerusakan lingkungan di sekitar perairan teluk. Hasil uji baku mutu menemukan adanya 1 miligram minyak dalam kandungan per mililiter  air perairan teluk.

“Bisa diartikan pencemaran air sudah melampaui ambang batas normal toleransi,” tegasnya.

Pencemaran berujung ancaman kelestarian serta keanekaragaman hayati perairan Teluk Balikpapan. Pemerintah Indonesia pun akhirnya menderita kerugian luar biasa dalam upaya pemulihan perairan dan ancaman pencemaran.

“Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan membutuhkan biaya besar dalam pemulihan perairan,” tuturnya.

Selepas pembacaan dakwaan, Ketua Majelis Hakim Kayat meminta terdakwa mempersiapkan berkas pembelaannya.  Dalam pembelaan kasusnya, Zong Deyi terus didampingi sembilan pengacara yang didatangkan langsung dari Jakarta.

“Agenda pembacaan pembelaan terdakwa dilaksanakan minggu depan,” putusnya.

Selepas sidang, Zong Deyi bergegas pergi serta mengabaikan pertanyaan wartawan.  Selama menjalani kasusnya, ia sudah sepuluh bulan ini menghuni sel tahanan di Rumah Tahanan Balikpapan.

Seusai sidang, koordinator tim kuasa hukum terdakwa, Beny Lesmana menghormati dakwaan dilayangkan jaksa terhadap kliennya. Menurutnya, jaksa tentunya berwenang dalam penetapan dakwaan sesuai kajian hukum berlaku di negeri ini.

“Soal besaran dakwaan ini sudah wewenang kejaksaan. Kami tidak bisa mengomentari,” katanya.

Meskipun demikian, Beny tetap berkeyakinan kliennya tidak bersalah sehubungan kasus pencemaran perairan teluk ini. Ia bahkan optimis majelis hakim mengabulkan permohonan bebas murni nantinya akan disampikan dalam persidangan berikutnya.

“Kami tetap yakin terdakwa nanti akan memperoleh putusan bebas murni,” paparnya.

Ditempat terpisah, LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim kurang antusias menanggapi dakwaan jaksa. Bagi penggiat lingkungan, tudingan semestinya juga disematkan pada Pertamina sebagai pemilik minyak mentah.

“Bagi Walhi semua yang terlibat harusnya bertanggung jawab baik itu pemilik kapal maupun pertamina,” sesal Direktur Walhi Kaltim, Yohana Tiko.

Pencemaran perairan teluk, menurut Tiko merupakan kejahatan lingkungan luar biasa berdampak masyarakat Balikpapan. Pencemaran minyak mentah dipastikan merusak seluruh kawasan pesisir beserta biota laut didalamnya.

Dalam kasus ini, Tiko mempertanyakan upaya pemerintah dalam mengembalikan kekayaan ekologis Teluk Balikpapan. Selama ini, ia menilai pemerintah belum optimal mengatasi kerusakan perairan teluk.

“Ini yang menjadi pertanyaan, apa yang dilakukan pemerintah untuk pengembalian ekologis teluk,” paparnya.

Disisi lain, Direktur LSM Stabil Balikpapan, Jufriansyah sebaliknya mengapresiasi keberanian kejaksaan yang menuntut 10 tahun penjara serta denda Rp 15 miliar. Menurutnya, dakwaan ini bisa menjadi preseden positif dalam upaya penegakan hukum pidana lingkungan di Indonesia kedepannya.

“Dakwaan pidana lingkungan dengan ancaman 10 tahun penjara masih jarang di Indonesia. Ini bisa menjadi shock terapi bagi mereka yang akan melanggar lingkungan,” ujarnya.

Disamping itu, Jufriansyah mengingatkan aparat negara tidak berhenti dengan melanjutkan rencana gugatan perdata ganti rugi pada pemilik kapal. Putusan pidana diharapkan memperkuat gugatan perdata nanti dilayangkan Pertamina.

“Jangan berhenti di hukum pidana, harus dilanjutkan dengan gugatan perdata ganti rugi,” tegasnya.

Tumpahan minyak mentah di perairan Teluk Balikpapan terjadi akhir bulan April 2018 silam. Peristiwa ini menarik perhatian hingga masyarakat manca negara.

Peristiwa tumpahan minyak berlangsung dramatis dimana mengakibatkan kebakaran hebat sepanjang perairan teluk. Bencana ini juga berujung jatuhnya korban tiga  jiwa pemancing lokal warga Balikpapan.

Mereka terjebak dalam kepungan kobaran api yang berlangsung hampir 20 menit.

Semua itu gara gara kapal MV Ever Judger sembarangan melego jangkar di area steril pelayaran. Areanya merupakan jalur pipa minyak mentah dasar laut menghubungkan Pertamina Balikpapan dan Terminal Lawe Lawe di Penajam Paser Utara.

Setelah melakukan penyelidikan, Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim menetapkan nahkoda kapal sebagai tersangka dan menyita kapal tersebut. Polisi menduga nahkoda ada unsur kelalaian sehingga berujung patahnya pipa minyak Pertamina.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *