Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pesimis dalam upaya penindakan 826 izin usaha pertambangan (IUP) non clean and clear di Kalimantan Timur. Penghakiman terhadap IUP nakal ini dianggap tidak efektif dalam menangani permasalahan kerusakan lingkungan di Kaltim.
“Bukannya pesimis, tapi permasalahan terbesar di Kaltim bukan terletak di mereka saja,” kata Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, KLKH, Tri Bangun Laksono, Kamis (18/5).
Laksono mengatakan, adanya ribuan IUP memang sudah berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan di Kaltim. Namun demikian, dia menilai kerusakan lingkungan Kaltim disebabkan adanya Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
“Bukannya membela Gubernur Kaltim, tapi kerusakan lingkungan paling besar disebabkan PKP2B. Perusahaan ini memiliki luas wilayah operasi yang sangat luas di Kaltim. Ini yang menyebabkan kerusakan lingkungan,” paparnya.
Penindakan hukum semestinya juga diberlakukan pada perusahaan PKP2B di Kaltim. Menurut Laksono, pengelolaan lingkungan PKP2B tidak lebih baik dibandingkan IUP.
“Sama saja buruknya, mereka juga serampangan di lapangan,” ujarnya.
Namun demikian, Laksono mengakui tidak mudah menindak perusahaan pemegang izin PKP2B yang mayoritas dimiliki penggede di Jakarta. Dia memastikan, butuh komitmen seluruh pihak dalam penyelamatan kerusakan lingkungan di Kaltim lewat pembatasan perizinan pertambangannya.
“Sekarang saatnya, kala harganya sudah jatuh dan tinggal sisa sisa kerusakaanya. Adalah tepat bila kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan juga,” paparnya.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradharma Rupang menegaskan, terdapat 1.488 izin tambang batu bara tersebar di sejumlah kota dan kabupaten yang ada di provinsi itu. Ribuan lubang bekas tambang itu imbas pemberlakuan otonomi daerah Indonesia dimana masing masing menerbitkan IUP batubara.
“Badai pemberian izin batubara sudah terjadi sejak tahun 2000 hingga baru-baru ini kewenangannya diambil alih pemerintah provinsi,” ungkapnya.
Menurutnya, luas lahan tambang batubara di Kaltim mencapai 5,4 juta hektar. Jumlah itu belum termasuk 33 izin perusahaan PKP2B yang memiliki luasan eksploitasi hingga 1,3 juta hektar.
Baru kali ini, pemerintah akhirnya turun tangan lewat penertiban 826 IUP non CNC di Kaltim. Total keseluruhannya, Kaltim masuk katagori provinsi yang menerbitkan izin pertambangan terbanyak yakni 1.404 IUP di kota/kabupaten.
Pradharma menambahkan, kota/kabupaten di Kaltim paling royal dalam penerbitan IUP batu bara di wilayahnya masing masing. Eksploitasi pertambangan batu bara secara berlebih berdampak negatif adanya kerusakan lingkungan dan jatuhnya 26 korban tewas tenggelam.
“Kerusakan lingkungan di Kaltim sudah luar biasa. Apa perlu ditambah lagi bocah bocah tenggelam di lubang bekas tambang batu bara,” ujarnya.
Selain itu, Pradharma menyatakan, mayoritas perusahaan tambang di Kaltim punya tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 1,1 triliun sejak tahun 2003 silam. Rincian tunggakan berupa iuran tetap (land rent) Rp 295 miliar dan royalti produksi Rp 850 miliar.
“Sebanyak 60 persen perusahaan IUP ini juga tidak membayar dana jaminan reklamasi ke kas daerah. Semestinya ini bisa menjadi dasar penutupan tambang di Kaltim,” sesalnya.