Balikpapan –
Provinsi Kalimantan Timur sudah bulat meminta jatah sebesar 50 persen dalam pembagian hasil pengelolaan Blok Mahakam. Mereka merasa iri dengan Papua dan Nangroe Aceh Darussalam yang dapat jatah sebesar 70 persen dalam dana bagi hasil pengelolaan migasnya.
“Aceh dan Papua dapat 70 persen, kita cuma 15 persen. Apa itu adil,” kata Gubernur Kalimanan Timur, Awang Faroek Ishak, Kamis (17/1) malam kemarin.
Awang berpendapat semestinya Kaltim memperoleh jatah dana bagi hasil sector migas berkisar 40 hingg 50 persen. Dana sebesar ini bisa secara maksimal dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur Kaltim yang tertinggal dibandingkan Jawa.
“Kami ini masih antri saat membeli BBM, sedangkan Jawa sama sekali tidak ada antrian,” paparnya.
Awang mengatakan sikap ini adalah aspirasi masyarakat yang tertuang dalam tuntutan Aliansi Masyarakat Kaltim. Tuntutan ini sudah dalam pembahasan DPRD Kaltim.
“Nanti DPRD Kaltim yang akan mengumumkan keputusan soal Delta Mahakam,” ujarnya.
Perjuangan dana bagi hasil ini, menurut Awang sudah disampaikan pada perwakilan DPD untuk dapat diperjuangkan dalam rapat rapat DPR RI. Revisi Undang Undang Migas bisa dimungkinkan soal pembahasan pembagian dana bagi hasil daerah produksi.
“DPD minta dana bagi hasil sebesar 40 persen saja, tapi kami tetap minta 50 persen. Itu baru adil,” tegasnya.
Meski demikian, Awang berjanji masyarakat Kaltim akan memperjuangkan dana bagi hasil ini secara konstitusional. Kaltim masih memiliki nasionalism tinggi dalam kerangka NKRI.
LSM Penyelamat Asset Nasional (Panas) juga sependapat dengan aspirasi masyarakat Kaltim ini. LSM ini memang terbentuk untuk menyelamatkan kekayaan alam Kaltim yang mayoritas dikuasai asing maupun pengusaha luar.
“Kami akan berjuang untuk menyelamatkan asset daerah ini,” Direktur Eksekutif LSM Panas, Rona FHS.
Rona menyadari keinginan Total E&P Indonesie untuk memperoleh perpanjangan kontraknya pada 2017 nanti. Dia menegaskan sikapnya yang akan menentang proses perpanjangan kontrak karya pengelolaan blok yang berakhir pada 2017 mendatang.
Rona berpendapat sudah sepantasnya pemerintah lebih mengoptimalkan potensi sumber daya dalam negeri dibandingkan asing. Menurutnya sumber daya manusia dalam negeri sudah mumpuni dalam mengelola sumber daya alam sector migas.
Disamping itu, Rona mengatakan dalam pelaksanaanya Total E&P Indonesie juga mengandalkan kerja sama pihak ketiga dalam pengelolaan Blok Mahakam. Hal seperti ini semestinya bisa dilakukan juga oleh perusahaan perusahaan dalam negeri.
“Mereka juga mengkontrak perusahaan lain dalam pelaksanaan pekerjaanya,” ungkapnya.
Karena itu, Rona menyatakan tetap menolak pemberian perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Mahakam pada Total Indonesie. Penolakannya dibuktikan dengan turun langsung ke jalan menolak saat peresmian lapangan South Mahakam di Senipah.
Dalam waktu dekat LSM Panas akan melancarkan aksi demo dan pemblokiran di sumur sumur minyak Total Indonesie berlokasi di Senipah. LSM ini memperoleh dukungan dari organisasi kelompok tani Kutai Kartanegara, kepemudaan Kaltim, dan ormas local setempat.