Spionase Ulung, The Bourne Legacy
15 September 2012
Bangun Komunikasi Guru Dan Murid Balikpapan
15 September 2012

Curahan Hati Wanita Panggilan Balikpapan

Cantik, begitu yang orang katakan saat menilai wajahku serta penampilanku yang menawan. Namun sebenarnya hidupnya tidaklah seindah yang bisa dilihat dari penampilan fisik ku. Sebut saja aku dengan nama Santi, lahir di Kota Balikpapan pada 22 tahun yang lalu. Sepertinya kesengsaraan sudah menjadi jalan hidupku, bahkan saat aku mulai pertama hadir di muka bumi ini. Saat aku lahir, ayahku tidak menyukaiku karena dia tidak menginginkan anak perempuan. Wujud kebenciannya dengan niatnya menjualku ke Berau. Saat itu, usiaku baru menginjak umur 2 bulan.

Hal itu membuat saudara perempuan ayahku yang biasa aku panggil bude merasa prihatin dan akhirnya memutuskan untuk merawatku. Budeku hanya memiliki satu anak laki-laki, sehingga kondisi ini yang membuatnya begitu menyayangiku layaknya anak sendiri.

Hidup bersama keluarga bude, aku jalani hingga menginjak kelas 6 bangku SD di Balikpapan.Orang tuaku mengajak pindah ke salah satu kota di Nusa Tenggara Barat, dimana ayahku mendapatkan tugas baru disana. Hingga kelas 2 SMA, keluarga kami pindah lagi ke Sidoarjo, karena ayah sudah memasuki masa pensiun di tahun 2008.

Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ayah berkeinginan mencari pekerjaan baru di kota asal kami, Balikpapan. Namun setibanya di Balikpapan bukannya mendapatkan pekerjaan, ayah malah kecantol perempuan lain yang usianya nyaris sebaya denganku. Perempuan ini yang membuat keretakan dalam keluargaku sehingga orang tuaku bercerai pada tahun 2008 lalu.

Sejak saat itu, aku terpaksa membantu ibuku berjualan nasi kuning di Sidoarjo demi memenuhi kebutuhan hidup kami. Sedangkan ayah memilih berdiam di Balikpapan dan memilih menikahi wanita idaman lain ini.

Aku sendiri sebenarnya tidak terlalu terpengaruh dengan perceraian kedua orang tua ini. Sembari membantu ibu, aku menjalani pergaulan teman yang tidak disangka akan menjerumuskan nasibku. Sebagai seorang remaja tentunya aku belum bisa memilah jenis pertemanan secara bijaksana. Kurangnya kontrol dari orang tua, membuat aku cenderung memperoleh kebebasan dalam pergaulan. Hingga suatu hari ini, hal yang tidak pernah diharapkan siapapun di dunia ini terjadi padaku.

Bencana yang merubah seluruh jalan hidupku bermula saat menginjak masa kelulusan SMA di tahun 2009. Salah seorang teman kelasku mengajak seluruh kelas termasuk aku untuk merayakan kelulusan SMA di salah satu pub di Sidoarjo. Pesta minuman keras hingga mabuk menjadi suatu yang biasa di tempat maksiat untuk kalangan dewasa itu.

Akibat pesta minuman keras ini yang akhirnya membuat aku kehilangan miliku yang paling berharga. Pengaruh minuman memabukkan ini yang membuatku tidak mampu mengontrol kesadaran sehingga dipaksa melakukan perbuatan nista. Secara bergilir, tiga orang pria yang salah satunya mantanku sendiri memperkosaku di salah satu hotel di Sidoarjo.

Harus diakui, saat itu aku memang sedang mabuk berat. Hingar bingar alunan music membuat teman teman ku tidak menyadari saat sejumlah pria membawaku keluar dari ruangan pub. Saat sadar, aku sudah dalam kondisi telanjang bulat dalam kamar salah satu hotel.

Aku tidak berdiam diri dengan melaporkan kejadian ini pada aparat kepolisian. Satu persatu, para pemerkosa ini berhasil ditahan serta menjalani proses persidangan.

Namun entah mengapa, ada perasaan kecewa yang mendalam dan sulit diobati meskipun para pelakunya sudah menerima ganjaran setimpal. Aku tetap merasa kotor dan tidak mampu melupakan seluruh kejadian memalukan hidupku ini. Mungkin tidak perlu aku katakan dengan jelas bagaimana perasaanku saat itu. Dengan perasaan yang hancur, aku memutuskan kembali hijrah ke Balikpapan daripada aku harus menanggung malu.

Bulan Juli 2009, aku menginjakkan kakiku kembali di Balikpapan untuk tinggal di rumah bude ku. Aku masih berharap, keluar ini nantinya sudi menerima kehadiranku seperti dahulu. Harapan yang kosong belaka, bude sudah berubah 180 derajat dibandingkan saat dahulu aku menumpang rumahnya. Dia sekarang seperti membenci dengan sepenuh hati. Entah apa penyebab pastinya, namun aku merasa dia masih kecewa saat dahulu meninggalkannya saat hubungan kami terlanjur dekat.

Sepertinya dia menyimpan perasaan sedih, kecewa dan kemarahan di hatinya. Sikap bude ini yang membuat aku merasa tidak nyaman dalam bersikap. Selama tiga bulan menumpang di rumahnya, seluruh kehidupanku selalu dicampuri, soal pekerjaan yang gajinya terlalu kecil hingga jam kerja yang tidak menentu.

Bude meminta aku keluar dari pekerjaan sebagai tenaga administrasi perusahaan distributor makanan. Dia menilai gaji perusahaan ini sebesar Rp 770 ribu per bulan tidak layak untuk terus dipertahankan. Hanya bekerja dua bulan, aku terpaksa setuju untuk mencari jenis pekerjaan lain.

Berselang beberapa pekan kemudian, aku kembali mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan restoran hotel terkenal Balikpapan. Untuk kesekian kalinya, bude kembali mempermasalahkan soal jam kerjanya yang tidak menentu. Memang betul, jam kerjaku terkadang mengharuskan aku pulang hingga larut malam.

 

Sebenarnya ini bukan menjadi masalah bagiku yang memang hanya berniat mencari pekerjaan halal. Sehingga kali ini, aku dengan terpaksa tidak memperdulikan permintaan bude itu. Bagiku aku yang terpenting bekerja dan mencari uang dengan cara yang benar.

Akhirnya tanpa sepengetahuanku, bude melabrak manager kantorku yang dianggapnya menyalahi aturan jam kerja perusahaan. Dia meminta agar perusahaaan merevisi aturan jam kerja karyawannya termasuk diberlakukan padaku. Tentu saja, sikap ini mengundang kesalah pahaman antara pimpinan perusahaan dengan bude yang imbasnya berdampak negative padaku. Manager perusahaan tetap menegaskan bahwa jam kerja ini sudah menjadi resiko pekerjaan yang musti dijalankan seluruh karyawan.

Pimpinan perusahaan malah balik menantang agar bude memintaku agar secepatnya mengajukan surat pengunduran diri, bila tidak sanggup melaksanakan kewajiban karyawan. Tanpa sepengetahuanku lagi, bude meminta agar perusahaan langsung memecat saja saja tanpa perlu banyak birokrasi macam macam.

Sudah dapat diduga, sore harinya aku dipanggil pihak HRD perusahaan untuk menerima surat pemecatan. Pimpinan menilai aku tidak mampu melaksanakan tugas tugas sebagai karyawan disamping sikap bude yang dianggap menyakiti hati bosku.

Aku masih berusaha bersabar menghadapi sikap bude dengan mencari pekerjaan lain. Sungguh beruntung, aku kemudian diterima bekerja di bagian informasi sebuah mall besar di Balikpapan. Tentu saja sebagai pegawai rendahan membuatku jam kerjaku juga tetap tidak menentu. Bekerja di bagian informasi mall tentunya menyesuaikan dengan jam tutup mall yang biasanya paling cepat terjadi pada pukul 22.00 Wita.

Kondisi ini yang kemudian akhirnya menjadi persoalan antara aku dengan bude. Aturan di rumah sudah jelas bahwa aku tidak boleh pulang melebihi pukul 21.00 Wita. Bila aturan itu dilanggar, sudah jelas makian makian kotor dilontarkan bude tanpa aku mampu membalasnya. Hinaan yang membuat aku tidak tahan saat disamakan dengan pelacur di jalan jalan.

“Disebut dengan kata kata mbalon atau sama artinya dengan pelacur.”

Kata kata kasar yang membuat aku benar benar tidak tahan lagi. Sebagai orang yang menumpang di rumah orang lain, aku cukup tahu diri dengan membantu usaha bude. Hampir setiap hari, aku membantu usaha cateringnya hingga pukul 02.00 Wita termasuk membersihkan seluruh ruangan rumah. Sudah begitu, sebelum berangkat kerja selalu mengantarnya belanja ke pasar terlebih dahulu.

Tapi entah kenapa aku selalu dianggap salah, bahkan dengan banyaknya kata-kata kasar yang mereka katakan padaku aku masih bisa bersabar. Selain itu banyak omongan tidak enak dari sepupu lainnya yang mengatakan kalau aku berniat untuk mengambil usaha katering keluarga. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari rumah budeku setelah 1 tahun aku bertahan, namun keinginanku untuk keluar dibalas dengan ancaman kalau dia tidak akan menganggap aku keluarga lagi kalau aku melangkahkan kakiku keluar dari rumahnya. Namun ancaman itu tetap tidak menyurutkan keinginanku untuk keluar dari rumah itu. Untuk apa berada di rumah yang tidak membuatku merasa nyaman dengan berbagai masalah dan yang ada hanya rasa jenuh akibat selalu disalahkan.

Setelah memutuskan untuk berhenti kerja dari bagian informasi mall, aku kembali mendapatkan kerja di pub sebuah Hotel. Suatu hari di Pub, ada seseorang menghampiriku dan menawariku pekerjaan dengan penghasilan memuaskan.

Sempat bimbang, tapi desakan ekonomi membuatku harus menghapus akal sehatku dan menerima tawaran ini. Iming iming materi yang bisa menambal berbagai tuntutan biaya hidup yang tidak murah di Balikpapan. Akhirnya aku memutuskan menerima tawaran itu dan disinilah kisah baruku bermula.

Aku akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran untuk menjadi seorang wanita panggilan dengan bayaran yang cukup tinggi yaitu Rp 2,5 juta per malam. Selain demi memenuhi tuntutan hidup, aku merasa diriku sudah kotor akibat peristiwa perkosaan sehingga tidak ada salahnya makin terjerumus ke lembah hitam yang makin dalam. Kali ini ada imbalannya untuk menebus segala penderitaanku. Dapat uang dan taubat belakangan, begitu pikiran picikku saat itu.

Sebagai wanita panggilan, tapi aku tidak melayani sembarang orang. Hanya orang orang berkelas yang mampu memanfaatkan jasaku sehingga hanya kalangan pengusaha dan pejabat menjadi klien rutinku. Mereka berdatangan bukan hanya dari kalangan pejabat di Balikpapan atau Samarinda, tapi juga hingga dari Makassar Sulawesi Selatan.

Bukannya aku menikmati pekerjaan ini, namun yang aku pikirkan adalah seberapa besar uang yang bisa aku hasilkan. Jadi apapun yang aku lakukan aku lalui tanpa perasaan sedikitpun agar aku kuat menjalaninya. Aku sebenarnya tidak pernah menginginkan profesi seperti ini dan aku tidak pernah tahu sampai kapan semua ini akan berakhir. Sampai akhirnya aku bertemu dengan laki-laki yang dengan tulus mencintaiku hingga rela melakukan apa saja demi membuatku keluar dari pekerjaan hina itu.

Sebenarnya aku sudah mulai mengurangi profesi wanita panggilan ini saat mendapatkan pekerjaan sebagai marketing di kantor media cetak di Balikpapan. Dengan ditambah kehadiran pria idamanku ini, membuatku akhirnya memutuskan untuk benar-benar berhenti dari dunia hitam itu setelah tiga bulan terakhir masih menjalaninya.

Awal mula kami bertemu di pub tempat aku bekerja. Dia memang pria sederhana yang datang ke pub mengantarkan bosnya, sebagai sopir. Hanya seorang sopir memang, tapi dia ini sebenarnya yang mampu benar benar menunjukan keindahan dunia padaku.

Kami bertemu di parkiran mobil dimana saat aku sedang mengunjungi pub tempat kerjaku. Saat itu, aku hanya iseng saja mampir ke pub dan bukan dalam rangka ada janji dengan para pelangganku. Dari situlah tentang aku dan dia bermula, setelah beberapa lama kenal, dia menyatakan cintanya padaku dan mengatakan dia sudah jatuh cinta padaku sejak pertama ketemu.

Sejak itu dia berusaha meyakinkanku agar aku berhenti dari pekerjaan kotor ini dan berjanji akan menikahiku. Awalnya aku tidak memiliki perasaan suka padanya tapi karena kegigihannya yang dengan begitu tulus mencintaiku akhirnya akupun luluh, tapi bagiku mungkin tidak hanya aku yang akan luluh dengan usahanya itu, wanita manapun akan merasakan hal yang sama karena ketulusan cintanya membuat aku terharu.

Kami bersama selama 2 bulan lebih hingga akhirnya kami memutuskan untuk menikah setelah lebaran. Saat di akhir bulan Juli temanku menyuruhku melakukan tes karena dia menduga aku hamil dan ternyata hal itu benar. Tapi lagi-lagi ketidakberuntungan terjadi padaku. Pada pertengahan Agustus, pacarku meninggal karena kecelakaan di Gunung Menangis, Bontang yang sudah terkenal banyak memakan korban dan salah satunya ayah dari anak di kandunganku.

Mobil yang dikendarainya masuk jurang dan mayatnya tidak ditemukan selama tiga hari. Aku semakin merasa hancur dengan kejadian itu, pernikahan yang telah direncanakan tinggal kenangan, anakku akan lahir tanpa ayah. Sempat terpikir olehku untuk mengakhiri hidupku saja, tapi aku teringat akan kesehatan ibuku yang jauh di Sidoarjo.

Bagaimana dengan ibu, siapa yang akan menghidupinya kalau aku tidak ada, walau aku memiliki adik laki-laki yang usianya selisih satu tahun denganku. Tapi baginya, aku tetap tulang punggung keluarga terutama untuk ibuku. Dan akhirnya aku aku mengurungkan niat burukku itu karena ibu adalah penyemangatku saat itu.

Di saat aku hancur, datang pria kedua yang tidak lain adalah saudara dari bapak pemilik kos yang aku tempati saat itu. Kami bertemu secara tidak sengaja, saat dia datang dari Jawa mengunjungi saudaranya, bahkan awal kami bertemu dia sampai jatuh dari tangga.

Sejak itulah kami saling kenal dan mulai dekat hingga dia menyatakan cintanya padaku. Aku telah mengatakan padanya kalau dia mau aku jadi pasangannya, aku sudah hamil 2 bulan dan ternyata tanpa aku sangka dia mau menerima aku apa adanya dan akhirnya kami bersama.

Dalam masa kebersamaan, aku baru mengetahui ternyata dia sudah memiliki pacar di Jawa dan pacarnya tahu kalau dia berpacaran denganku. Aku merasa kecewa saat itu, akhirnya kuputuskan untuk meneleponnya dan menyuruhnya untuk memilih antara aku dan pacarnya itu.

Aku pikir dia akan mengakhiri hubungan kami, tapi ternyata dia memilih aku dan membatalkan pernikahannya. Hal ini membuatku bertanya-tanya kenapa dia memilih aku dibanding pacarnya yang sudah akan dinikahinya, padahal dia tahu betapa buruknya aku dan masa laluku, bahkan anak yang aku kandung sekarang bukan anaknya.

“Pertama, aku tahu bagaimana perasaan kamu kehilangan orang yang kamu cintai, kedua, kamu sedang hamil dan tidak punya siapa-siapa, juga tidak mungkin menceritakan bagaimana hidup kmu sekarang ke ibu dan adik kamu, dan ketiga apa aku tega menyakiti orang seperti kamu,” itu yang dia katakan padaku saat itu.

Aku merasa terharu dengan ucapannya, tapi semua itu tidak mudah. Berkali-kali aku memintanya menemaniku untuk menggugurkan kandunganku, tapi berkali-kali pula anak yang ada dikandunganku tidak bisa digugurkan dan diapun sampai menangis, memohon padaku agar anakku tidak digugurkan.

Sampai akhirnya hanya ada dua pilihan jika aku memaksa untuk menggugurkan dan tidak bisa digugurkan saat lahir nanti anakku akan cacat atau aku dan anakku tidak akan bisa diselamatkan.

Setelah itu dia nekad datang ke kantor media tempat aku bekerja dan mengatakan kepada bosku kalau dia akan menikahiku dan meminta bosku untuk mendampingi bersama teman-teman kantorku.

Kami akhirnya menikah tanggal 10 November 2010 serta memilih domisili di Samarinda. Ibuku di Sidoarjo memutuskan datang untuk tinggal bersama adikku di Balikpapan. Aku tidak tahu apa alasannya datang, tapi yang namanya orang tua perasaannya kuat kepada anaknya, sepertinya ibu merasakan terjadi sesuatu dengan anaknya di Balikpapan.

Awalnya aku tidak berani menceritakan apa yang aku alami kepada ibuku, aku takut ibu akan kecewa dan sedih. Tapi akhirnya aku menceritakan apa adanya kepada ibuku melalui telepon dan memutuskan untuk bertemu. Ibu kaget melihat aku yang sudah hamil 7 bulan saat itu, walau begitu ibu tetap bisa menerima keadaanku dan menyuruhku untuk tinggal di kost yang berdekatan dengannya sampai aku melahirkan.

Dari apa yang aku jalani ini, aku masih bersyukur kepada tuhan, ternyata masih ada orang seperti suamiku yang mencintaiku dengan tulus walaupun dia mengetahui masa laluku yang kelam. Walau sedikit tidak cocok dengan ibuku, aku mencoba memberikan pengertian padanya untuk mencoba menerima ibuku apa adanya seperti dulu dia bisa menerima aku.

Suamiku orang yang keras tapi penyayang dan memang itulah dirinya. Dia mati-matian mengakui kalau anak yang sudah dua bulan aku kandung itu anaknya bukan orang lain. Walau terkadang ada saja omongan dari keluarganya menganggap aku perempuan matre yang menuntut banyak padanya, karena dia berasal dari keluarga berada.

Tapi aku bukan orang yang seperti itu, karena kalau memang matrealistis tentu menolak tinggal di tempat kos yang sempit lagi tidak nyaman. Tentu saja, aku bisa meminta sebuah rumah kontrakan atau malahan dibelikan rumah mewah sekalian.

Aku bukan orang yang seperti mereka pikirkan, karena aku terlahir dari keluarga biasa yang sudah terbiasa hidup susah. Jadi aku masih bisa menjalani hidup susah bahkan anakku pun bisa aku ajak susah sejak di kandungan hingga sekarang. Aku bersyukur hidupku sekarang bisa lebih baik, dengan suami yang baik dan bisa menerima aku apa adanya, ibu yang selalu menyayangiku dan tentu saja anakku yang sekarang selalu jadi penyemangatku untuk bekerja dengan baik.

Baginya, mamanya ini adalah panutan bagi anakku hingga dia dewasa nanti. Aku harus bisa menjadi seorang ibu yang baik agar anakku kelak juga bisa menjadi anak yang baik dan memiliki kehidupan yang baik. Bagiku kisah ini masih belum berakhir karena aku tidak akan pernah tahu bagaimana akhir dari semua ini hingga kita kembali kepada Nya suatu hari nanti. Aku memang bukan orang yang suci, tapi minimal aku sadar pernah melakukan suatu kesalahan dan bertekat untuk bisa menebusnya kelak.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *